Selasa, 24 Januari 2017

Tipologi Polisi, Dahulu dan Akhir Zaman

Syurtoh (Aparat polisi) dalam perspektif Islam
Kata polisi atau aparat keamanan dalam bahasa Arab disebut Syurtoh/syurthi. Lafaz ini sudah dikenal sejak zaman nabi Muhammad -shallallahu alaihi wasallam-. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik di dalam Shohih Bukhori :
إِنَّ قَيْسَ بْنَ سَعْدٍ كَانَ يَكُونُ بَيْنَ يَدَيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، بِمَنْزِلَةِ صَاحِبِ الشُّرَطِ مِنَ الأَمِيرِ
Artinya : “Sesungguhnya Qais bin Sa’ad berada di sisi Nabi SAW seperti kepala polisi di sisi pemimpin (raja).” (HR Bukhori)
Apa maksud kata syurthoh yang disebutkan di dalam hadits di atas? Di dalam kamus lisanul Arab ada begitu banyak makna dari kata tersebut, di antaranya adalah kaki tangan penguasa, mereka dinamakan syurthoh, karena mereka mereka memiliki ciri khusus yang dengannya mereka dapat diidentifikasi. (lihat Lisanul Arab 7/39)
Adapun secara Istilah makna syurthoh adalah aparat yang diandalkan oleh khalifah atau gubernur dalam menjaga keamanan dan pemerintahan, menangkap pelaku kriminal dan tugas-tugas administratif lainnya yang menjamin keamanan dan ketentraman rakyat. (Tarikhul Islam As Siyasi wad Dini wa Tsaqofi wal Ijtima’i 1/460)
Setelah menyimak penjelasan makna kata syurthoh (polisi) di atas, setidaknya kita memiliki gambaran tugas apa yang dilakukan oleh sahabat Qais in Sa’ad. Selain Qais bin Sa’ad ada pula beberapa sahabat yang bertugas menjaga nabi Muhammad -shallallahu alaihi wasallam-. Di antaranya adalah Sa’ad bin Muadz, beliau menjaga nabi -shallallahu alaihi wasallam- saat perang Badar, Muhammad bin Maslamah menjaga nabi -shallallahu alaihi wasallam- saat perang Uhud, Zubair bin Awam menjaga beliau saat perang Khondaq dan beberapa lainnya. (Zaadul Ma’ad 1/127)
Di dalam Islam, negara memiliki kewajiban yang sifatnya fardu kifayah untuk mewujudkan lembaga kepolisian guna menjalankan tugas-tugas keamanan dalam Islam. Di antara tugas-tugas utama lembaga tersebut adalah untuk menjaga keamanan dan ketentraman rakyat, menjaga kenyamanan masyarakat dalam menjalankan ibadah, memotong tangan pencuri, merajam pelaku zina, melaksanakan hukum qishas, mendera para pemabuk dan tugas-tugas penerapan syariat Islam lainnya.
Abul Hasan As Sanadi Al-Madani di dalam Hawasyi (sejenis syarh) Musnad Imam Ahmad berkata, “Syuroth adalah bentu jamak dari kata syurthi (polisi) mereka adalah kaki tangan penguasa untuk memantau kondisi masyarakat, menjaga mereka dan juga bertugas untuk menegakkan hudud (hukum pidana Islam).” (At-Tarotiibu Al Idariyah 1/22)
Di dalam Ma’atsirul Inafah fi Ma’alimil Khilafah juga disebutkan bahwa tugas polisi adalah membungkam orang bodoh, membuat jera orang sesat, menyelidiki orang jahat, mengejar pelaku kriminal, mencari tempat persembunyian mereka, menyelidiki rahasia mereka, melakukan pembuktian terhadap orang-orang yang mereka tangkap, menerapkan hukum-hukum Allah yang sesuai dengan pelanggaran yang mereka lakukan. (Maatsirul Inafah fi Ma’alimil Khilafah 3/23)
Dari pemaran di atas setidaknya ada 3 tugas besar polisi dalam perspektif Islam. Pertama, menjaga keamanan masyarakat, termasuk di dalamnya keamanan sang khalifah. Kedua, menangkap para pelanggar syariat Allah apapun itu bentuknya. Ketiga, menghukum para pelanggar syariat dengan hukuman yang telah ditentukan oleh syariat.
Sifat Polisi Menurut Para Ulama
Melihat peran vital polisi dalam menjaga syariat Islam, maka kriteria untuk bisa menjadi polisi tidaklah sederhana. Di dalam kitab Bada’ius Silki fi Thobai’il Mulki, Ibnul Azraq berkata, “Wajib bagi Imam untuk memilih polisi dari kalangan orang yang tsiqoh (terpercaya) agamanya, tegas dalam membela kebenaran dan hudud (hukum pidana Islam), pintar strategi dan tidak mudah dibodohi.” (Bada’ius Silki fi Thobai’il Mulki 1/60)
Di dalam nukilan di atas setidaknya disebutkan 3 sifat yang mesti dipenuhi oleh seorang polisi. Pertama adalah sifat tsiqah dalam agama. Tsiqah beragama maksudnya, dia merupakan orang yang senantiasa menjauhi dosa-dosa, baik besar maupun kecil, menjaga muru’ah (kehormatan) serta menjaga hal-hal yang wajib dan sunnah. Karena seorang yang tsiqah dalam beragama niscaya dia akan menghadirkan muroqobah Allah dalam setiap tindakannya.
Layaknya seorang perawi hadits yang harus tsiqah, sifat tsiqah juga harus menjadi sifat dasar seorang polisi. Karena kedua-duanya memiliki kesamaan tugas dalam menjaga agama. Perawi menjaga hadits sebagai sumber agama, sementara polisi menjaga penerapan agama dalam sendi-sendi kehidupan.
Sifat yang kedua adalah tegas dalam membela kebenaran dan menegakkan hudud. Sudah maklum adanya bahwa di dalam Islam Negara sudah seharusnya berhukum dengan syariat Islam, yang mana Al-Quran dan Sunnah menjadi standar kebenaran itu sendiri. Di samping itu konsekuensi dari menjadikan syariat sebagai standar kebenaran adalah menerapkan hudud guna menjaga keamanan dan ketentraman umat.
Oleh karena urgennya hal tersebut, maka seorang polisi harus memiliki komitmen yang tinggi terhadap syariat. Baik yang sifatnya ritual, maupun non ritual. Jauh panggang dari api rasanya jika seorang polisi tidak memiliki komitmen yang kuat untuk menerapkan syariat islam dan hudud. Pastinya akan banyak terjadi penyelewengan fungsi di tengah bertugas.
Sifat ketiga adalah cerdik dan lihai dalam strategi. Sifat ini jelas diperlukan oleh polisi, karena dalam menjaga kemanan dan ketentraman umat, polisi sering menghadapi para penjahat yang licik dan lihai berstrategi. Untuk itu diperlukan pula kecerdesan dan kecerdikan guna mematahkan tipu daya mereka.
Ibnul Qayyim dalam Thuruq Hukmiyah dalam konteks menjelaskan kecerdasan yang harus dimiliki polisi, beliau menukil sebuah kisah, “Suatu ketika diserahkan 2 orang yang tertuduh mencuri kepada kepala polisi, kemudian beliau minta dibawakan segelas air, lantas beliau menjatuhkannya dengan segaja. Yang satu gemetar takut, sementara yang lainnya diam tak bergerak. Kemudian beliau berkata kepada yang ketakutan, “Silahkan pergi.” Sementara kepada orang yang tak bergeming beliau berkata, “Serahkan uang yang kau curi.”
Kemudian beliau ditanya, “Kenapa anda bisa tahu?”  beliau menjawab, “Pencuri itu hatinya keras, maka dia tidak akan bergeming, sementara orang baik, jika seekor tikus bergerak di rumah dia akan terperanjat sehingga dia tidak jadi mencuri.”
Masih mengenai sifat polisi, Ibnu Farihun dalam Kitab Tabshiratul Hukkam, “Suatu ketika Imam Malik ditanya tentang seorang polisi yang diajak orang untuk menggrebek sebuah rumah yang isinya orang sedang minum minuman keras? Jika rumah tersebut sebelumnya dikenal dengan rumah baik-baik (tidak pernah digunakan untuk pesta miras) maka hendaknya polisi tersebut tidak mengikuti ajakan tersebut. Jika rumah tersebut terkenal dengan tempat minum khamr maka hendaklah dia ikut.”
Perkataan di atas menunjukkan sifat kehati-hatian yang harus dimiliki oleh seorang polisi. Lebih jauh lagi seharusnya seorang polisi menjauhi kondisi-kondisi dan tempat-tempat yang membuat orang bersuudzon kepadanya. Berbagai sifat-sifat yang disebutkan di atas merupakan sifat dasar yang tidak boleh dilupakan oleh seorang Imam dalam memilih polisi.
Polisi Akhir Zaman
Berbeda dengan pemaparan di atas yang memberikan gambaran ideal seorang polisi dalam perspektif Islam, di lain sisi ada hadits Nabi -shallallahu alaihi wasallam- yang berisi ancaman kepada polisi di akhir zaman. Di antaranya hadits-hadits tersebut adalah :
سيكون في آخر الزمان شرطة يغدون في غضب الله ، و يروحون في سخط الله
Artinya, “Akan ada di akhir zaman nanti para polisi yang berangkat di pagi hari membawa murka Allah dan pulang di sore hari membawa kemarahan dari Allah.” (HR Thobroni)
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : صنفان من أهل النار لم أرهما: قوم معهم سياط كأذناب البقر يضربون بها الناس، ونساء كاسيات عاريات مميلات مائلات رؤوسهن كأسنمة البخت المائلة، لا يدخلن الجنة ولا يجدن ريحها، وإن ريحها لتوجد من مسيرة كذا وكذا (رواه مسلم)
Artinya, “Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda, “ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah saya melihatnya. Suatu kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi yang dengannya mereka memukul manusia dan para wanita yang berpakaian tapi telanjang, melenggak-lenggok dan kepala mereka seperti punuk unta. Mereka tidak masuk surge dan tidak akan mencium wanginya, padahal wanginya tercium dari jarak segini dan segini.” (HR Muslim)
Mengomentari hadits di atas Imam An Nawawi –rahimahullah- berkata, “Hadits ini adalah salah satu bentuk mukjizat nabi dan apa yang telah disampaikan nabi -shallallahu alaihi wasallam- telah terjadi. Adapun yang dimaksud dengan pembawa cemeti adalah pasukan kepala polisi dan yang sejenisnya.” (Syarh Shohih Muslim 17/190)
Di dalam hadits lainnya Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda :
عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : يوشك إن طالت بك مدة أن ترى قوما في أيديهم مثل أذناب البقر يغدون في غضب الله ويروحون في سخط الله
Artinya, “Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Jika umurmu panjang, maka kamu akan mendapati suatu kaum yang di tangan mereka alat seperti ekor sapi, mereka di pagi hari berangkat dengan murka dari Allah dan pulang di mala hari membawa kemarahan dari Allah.”  (HR Muslim)
Tiga hadits di atas menjelaskan tentang tercela dan terlaknatnya polisi di akhir zaman, apa sebab? Hal ini dijelaskan oleh Qadhi Iyad, beliau berkata, Mereka dimasukkan ke dalam neraka kemungkinan karena kezaliman, penyiksaan yang mereka lakukan dan kesemena-menaan terhadap manusia dengan memukul menggunakan cemeti dan sejenisnya. Bisa juga mereka dimasukkan ke dalam neraka karena kemaksiatan yang menjerumuskan mereka ke dalam neraka, seperti kekufuran dan selainnya.” (Ikmalul Muallim Syarh Shohih Muslim 6/332) 
Penulis kitab Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih berkata, “Mereka adalah orang-orang yang berada di sekitar orang-orang zalim, bekerja kepadanya laksana serigala dan mereka mengusir manusia dari orang zalim itu dengan menggunakan pukulan.” (Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih 6/2301)
Dari dua nukilan di atas bisa disimpulkan bahwa hadits-hadits yang menjelaskan buruknya polisi di akhir zaman lebih karena berdirinya mereka dalam membela para tiran nan zalim. Pembelaan mereka terhadap tiran nan zalim menjadikan mereka meninggalkan nilai-nilai agama, melupakan tugas asal mereka dalam mengawal syariat Islam dan keamanan umat.
Pembelaan terhadap para tiran pulalah yang kadang membuat mereka tega menghilangkan nyawa muslim, menyiksa dan memenjarakan orang-orang yang dianggap mengganggu sang tiran. Kiranya inilah yang menjadikan mereka terlaknat sepanjang hari dan diancam neraka oleh Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-.
Pada dasarnya profesi sebagai polisi berpotensi menjadi sarana ketaatan kepada Allah seperti yang dilakukan oleh ‘polisi-polisi’ Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-. Namun, jika tidak berhati-hati juga berpotensi menyeret seseorang ke dalam neraka  sebagaimana ramalan Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-terhadap polisi akhir zaman.
Penulis : Miftahul Ihsan
Editor : Arju
Diambil dari: https://www.kiblat.net/2017/01/24/tipologi-polisi-dahulu-dan-akhir-zaman/




Tidak ada komentar:

Posting Komentar