Senin, 23 Januari 2017

Teladan Rasul dalam Penempatan Kader Harakah


24 Januari 2014
Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam menempatkan setiap orang pada posisi yang layak dan sesuai untuknya. Dahulu, ketika Rasulullah hendak mengutus seseorang menjadi mata-mata pada malam peperangan Khandaq, beliau memilih di antara mereka dengan cara lembut dan bijaksana. Pertama kali beliau menawarkan tugas tersebut kepada semua sahabat yang ada di situ. Setelah tidak ada yang berdiri menyanggupi, barulah beliau memilih salah satu di antara mereka.
Tatkala beliau menawarkan; “Siapa yang mau pergi untuk mencari informasi mengenai kekuatan musuh untuk kami dan kemudian kembali lagi. Aku akan menjamin ia masuk surga”. Namun tak seorangpun beranjak dari tempatnya, padahal di antara mereka itu ada Abu Bakar dan ‘Umar. Kemudian beliau mengulangi lagi tawaran itu untuk yang kedua kali. Karena tidak ada lagi yang menyanggupi, maka beliau mengulangi untuk yang ketiga kalinya. Ketika beliau mendapati bahwa tiada alternatif lain kecuali menyebut nama salah satu di antara mereka, maka bersabarlah beliau: “Bangkitlah kau wahai Hudzaifah!” Hudzaifah bercerita: “Maka aku bangun, ketika itu aku memakai pakaian bulu milik istriku dan aku menggigil kedinginan. Kemudian aku berjalan, seolah-olah aku melangkah menuju kematian”.
Beliau memilih Sa’ad untuk memimpin pasukan, Mush’ab dipilihnya untuk tugas dakwah, Bilal dipilihnya untuk urusan adzan, Ubay dipilihnya untuk mengajarkan Al-Qur’an, adapun Hasan dipilihnya untuk bersya’ir. Beliau berkata kepada Hasan: “Bantah dan ejeklah mereka (dengan sya’irmu), sesungguhnya Ruhul Qudus (Jibril) bersamamu”.
Tak pernah Nabi memilih Hasan untuk memimpin perang, dan tak pernah beliau memilih Sa’ad untuk bersya’ir. Dan beliau senantiasa menempatkan seseorang pada posisi yang tepat. Anda bisa membayangkan seandainya sahabat Ibnu Mas’ud yang beliau pilih sebagai komandan perang, atau sahabat Khalid beliau perintahkan untuk mengajarkan Al-Qur’an dan Hadist.
Tak berbeda dengan Rasulullah, Abu Bakar juga memilih orang-orang yang paling beliau anggap tepat dalam mengemban sebuah amanah. Pemilihan Zaid bin Tsabit sebagai pengumpul Al-Qur’an bukanlah sesuatu yang kebetulan. Pengalamannya menulis wahyu diiringi kecerdasan dan ketekunan serta sifat amanah membuat Abu Bakar yakin bahwa ia tidak sedang salah pilih. Abu Bakar berkata, “Engkau adalah pemuda yang jenius, berakal dan penuh amanah, dan engkau telah terbiasa menulis wahyu untuk Rasulullah, maka carilah seluruh ayat yang berserakan dan kumpulkanlah.”
Pengangkatan dan penunjukkan Khalid sebagai panglima tertinggi baik dalam peperangan melawan murtaddin maupun perluasan wilayah (terkhusus Iraq) juga bukan tanpa alasan. Allah telah mengkaruniakan kepada Khalid keberanian, penilaian yang cepat dan tepat, nekat, tak pernah mundur menghadapi bahaya, serta pandai mengelak dan menyerang dalam perang. Karenanya rasulullah menjulukinya sebagai Saifullah-“Pedang Allah”. Pengalamanya dalam berperang juga tak diragukan lagi. Maka pemilihan Khalid sebagai panglima tertinggi diharapkan mampu menyelesaikan target dengan baik.
Gerakan Islam dan Peletakan Individu Yang ‘Tepat’
Rasulullah dan para Khulafa’ terkhusus sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq mengajarkan kepada kita bahwa perjuangan iqamatuddin ini bukanlah pekerjaan satu atau dua orang personal tertentu. Perjuangan menegakkan agama ini adalah aktivitas yang harus dipikul oleh banyak individu yang memiliki keahlian di banyak bidang pula, yang kemudian haruslah terkoordinasi dengan baik dalam satu wadah organisasi.
Organisasi tadi bisa kita ibaratkan sebuah mobil, setiap bagiannya harus dalam kondisi ‘baik’ dan layak untuk digunakan menempuh perjalanan panjang perjuangan. Semakin baik dan berkualitas onderdil yang dipakai, semakin lancar perjalanan yang akan ditempuh. Kemudi yang baik, roda yang sesuai, body yang kuat, mesin yang prima, tidak ada kabel yang konslet, kaca spion dipastikan pada posisi yang pas, serta persiapan alat-alat bengkel sederhana adalah hal-hal yang harus diperhatikan sebelum dan saat perjalanan.
Maka dalam organisasi ada personal yang mesti diletakkan pada posisi ‘kemudi’, ada yang berada pada posisi ‘ban’, ada yang harus menjabat sebagai ‘mesin’, ada pula yang menjadi ‘kaca’nya, begitu juga harus ada yang memerankan diri sebagai ‘knalpot’. Semuanya saling berkaitan satu dengan yang lain. Satu bagian saja yang tidak bekerja dengan semestinya, akan berimplikasi kurang baik pada perjalanan yang ditempuh.
Begitu juga ketika sparepart-sparepart tadi tidak diletakkan sesuai dengan posisinya secara tepat. Knalpot yang semestinya ada di belakang justru diletakkan di bagasi, spion kanan dan kiri yang terbalik, penggunaan ban yang tidak sesuai medan perjalanan, kabel-kabel mesin saling terbalik dan tertukar, serta aki yang tidak diletakkan pada posisi yang tepat akan menghambat perjalanan, bahkan membawa kerusakan fatal pada mobil.
Maka pemimpin (dalam analogi di atas adalah si pemilik mobil) yang baik, harus tahu sesuatu sesuai dengan tempatnya, dan bukan asal pasang. Tidak ada pribadi yang tersia-siakan jika diletakkan pada tempat yang sesuai dengan kecenderungan, bakat, potensi, serta ‘minat dan ketertarikannya’. Peletakan individu sesuai ‘tipe dan kecenderungannya’ akan memaksimalkan fungsi, daya guna, serta hasil yang akan dicapai.
Pemimpin Harus Tahu ‘Spesialnya’ Setiap Anggota
“Every person is special”, setiap individu memiliki keunikannya masing-masing. Tidak ada dari milyaran manusia di bumi ini yang sama persis, semuanya punya kekurangan dalam sebagian sisi, dan kelebihan pada sisi yang lain. Maknanya, meski ada sebagian orang yang terlihat tidak memiliki kelebihan sama sekali, dibelakangnya Allah pasti menganugerahkan sesuatu yang ‘spesial’ kepada orang tersebut yang mungkin tidak dimiliki oleh pribadi-pribadi yang lain. Entah disadari atau tidak, inilah yang mampu ditangkap dan diaplikasikan secara baik oleh para pemimpin-pemimpin besar masa lalu.
Mereka yang berbakat menulis belum tentu pandai berceramah. Ada juga orang yang mampu berfikir secara logis dan tajam, namun kesulitan mendiskripsikanya pada orang lain. Mereka yang ahli dalam ilmu-ilmu syar’i belum tentu sanggup saat dituntut berbicara banyak tentang teknologi.Ada juga pribadi yang punya keahlian yang nampak remeh namun ternyata amat penting dan dibutuhkan, seperti memasak dan penataan kamera.
Hal seperti inilah yang seharusnya menjadi perhatian oleh setiap pemimpin dan penanggung jawab. Bahwa setiap pribadi adalah ‘unik dan spesial’. Mengetahui ‘spesialisasi dan keunikan’ dari para anggotanya akan membantu seorang pemimpin meletakkan mereka sesuai dengan kapasitas dan kecenderungan yang mereka miliki. Dan hal ini akan berimplikasi besar pada hasil yang dicapai, dengan izin Allah
Penulis : Yunalul Murod Mahasiswa Ma’had Aly An-Nuur
Diambil dari: https://www.kiblat.net/2017/01/24/teladan-rasul-dalam-penempatan-kader-harakah/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar